Saya nonton film ini pada hari Sabtu, 4 Oktober di bioskop Galaxy, King Shopping Center bersama dengan keluarga besar (sepupu2 dari yang baru bisa jalan sampai yang udah SMP). Kami merasa wajib membawa anak2 ke cinema untuk menonton inspiring film ini.
Adalah sineas Mira Lesmana dan Riri Riza yang mem-film-kan novel best seller Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ini. Para pemain pendukungnya adalah Cut Mini sebagai Ibu Muslimah, Ikranagara sebagai Pak Harfan, Mathias Mucus sebagai ayah Ikal dan Rieke Diah Pitaloka sebagai Ibu Ikal, serta aktor senior lainnya. Akting para senior ini tak perlu diragukan lagi. Cuma saya merasa kurang sreg aja dengan dialek Melayu-nya Rieke. Terdengar ‘dipaksakan’ gitu. Mungkin karena dia sudah terlalu terbiasa dengan bahasa Betawi/Jakarta.
Saya juga kurang puas dengan castingnya Cut Mini. Itu tu style jilbabnya kok nggak sesuai banget dengan gambaran di novel. Bagusnya kan rambutnya tidak ditampakkan. Jadi semua auratnya tertutup. Ini kok pake jilbabnya setengah2.
Para pemeran anggota Laskar Pelangi adalah anak2 Melayu Belitong asli. Mereka adalah Ikal (Zulfanny), Mahar (Verry S Yamarno), Lintang (Ferdian), Kucai (Yogi Nugraha), Syahdan (M Syukur Ramadan), A Kiong (Suhendri), Borek (Febriansyah), Harun (Jeffry Yanuar), Trapani (Suharyadi Syah Ramadhan), dan Sahara (Dewi Ratih Ayu Safitri).Dan yang membuat saya kagum adalah mereka mampu berakting dengan baik di film pertama mereka. Wah wah wah nampaknya aktor muda berbakat di Indonesia udah bertambah lagi nih.
Saya terpesona (ciee…) oleh aktingnya Zulfanny (Ikal) dan Verry (Mahar). Adegan Ikal ketika falling in love kepada si ‘pemilik kuku indah’ Aling, bener2 lucu! Pas banget! Tampaknya sangat dijiwai. Saya paling suka adegan itu.
Tentang si nyentrik Mahar. Saya juga appreciate banget dengan aktingnya. Ketika ikal jatuh cinta maupun patah hati, dia dengan bijaknya memberi nasihat, tentunya juga dengan gaya akting senimannya yang memikat. Dia bersenandung: “Mengapa kau bermenung oh adik berhati bingung… janganlah engkau percaya dengan asmara…”
Hohoho… suaranya mantep buanget waktu menyanyikan lagu Bunga Seroja itu!
Lalu tentang Lintang. Di novel dia digambarkan sebagai anak yang sangat aktif dengan mata yang penuh dengan gairah hidup (ceile..) dan selalu tertarik dengan apa saja yang ada di sekelilingnya. Pokoknya khas orang jenius. Nah, Lintang yang ada di film ini justru sebaliknya. Kalem banget. Kelihatannya Lintang di film itu pas berperan sebagai ‘seorang kakak yang sangat bijak dan perhatian kepada adiknya’. Ini, menurut saya, bukan disebabkan dia tidak bisa berakting. Tapi, skenario yang ada yang mungkin kurang bisa menerjemahkan kejeniusan Lintang. Kisah Lintang mendebat pendapat seorang ‘guru hebat’ dari SDPN juga ditiadakan. Diganti dengan koreksi Lintang terhadap satu soal matematika sederhana (apa Fisika? Saya lupa). Lagi-lagi kesan jeniusnya berkurang. Apa mungkin pembuat skenario sendiri kurang memahami teori Fisika super rumit seperti yang didebatkan novel itu sehingga hanya memunculkan soal yang sederhana?
Anyway saya tetap terkesan dengan adegan Lintang tiap kali melewati rawa yang ada buayanya itu! Dan juga, ketika ayahnya meninggal, lalu terpaksa meninggalkan dunia yang dicintainya: sekolah, kemudian berpamitan dengan Ibu Mus dan kesembilan anggota Laskar Pelangi….hikz..hikz…hikz…, sediiiiiih banget. Jadi berlinang-linang air mata ketika menonton adegan perpisahan itu.
Adegan lain yang unforgettable adalah ketika mereka menjadi juara di pawai Hari Kemerdekaan dan mendapatkan piala untuk yang pertama kalinya. Saya ikut terharu. Terharu oleh cara mereka memandang piala dan cara Bu Mus menyimpannya di lemari. Memperlakukan piala itu bagai jimat berharga.
Film ditutup dengan adegan Ikal kembali ke Belitong dan berjumpa dengan Lintang. Diceritakan bahwa Lintang punya anak dan bertekad akan terus mendukung anak2nya mencapai mimpi yang tidak sempat diraihnya. Nah, seingat saya di novel tu nggak ada cerita begitu. Yang ada adalah, si Jenius lintang itu berprofesi sebagai kuli kasar sehingga tangannya agak kaku. Mungkin adegan itu ditambahkan supaya kisah Lintang tidak begitu tragis, supaya penonton sedikit terhibur (padahal realitasnya mungkin jauh lebih tragis ya…).
Secara keseluruhan saya excited banget dengan film Laskar Pelangi ini. Walaupun sepanjang nonton, saya harus bener2 konsentrasi dan pasang telinga baik2. Soalnya semua percakapan di film ini Melayu banget. Telinga kita terlalu terbiasa dengan film berbahasa Betawi/Jakarta. Ya nggak?
Film ini sudah ditonton oleh hampir 2 juta orang. Dari pejabat (presiden, menteri dan ‘kamu keluarganya’) sampe rakyat, rame2 nonton. Ini kayaknya jadi film spektakuler kedua di Indonesia setelah Ayat Ayat Cinta. Well well it’s a breakthrough for Indonesian movie industry. Yoo… ayooo nonton!
Pictures:
Buat yang mau dengerin soundtracknya Laskar Pelangi yang dibawakan oleh Nidji, silakan download.
Ada juga lagu Bunga Seroja versi Laskar Pelangi. Silakan download disini.
Adalah sineas Mira Lesmana dan Riri Riza yang mem-film-kan novel best seller Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ini. Para pemain pendukungnya adalah Cut Mini sebagai Ibu Muslimah, Ikranagara sebagai Pak Harfan, Mathias Mucus sebagai ayah Ikal dan Rieke Diah Pitaloka sebagai Ibu Ikal, serta aktor senior lainnya. Akting para senior ini tak perlu diragukan lagi. Cuma saya merasa kurang sreg aja dengan dialek Melayu-nya Rieke. Terdengar ‘dipaksakan’ gitu. Mungkin karena dia sudah terlalu terbiasa dengan bahasa Betawi/Jakarta.
Saya juga kurang puas dengan castingnya Cut Mini. Itu tu style jilbabnya kok nggak sesuai banget dengan gambaran di novel. Bagusnya kan rambutnya tidak ditampakkan. Jadi semua auratnya tertutup. Ini kok pake jilbabnya setengah2.
Para pemeran anggota Laskar Pelangi adalah anak2 Melayu Belitong asli. Mereka adalah Ikal (Zulfanny), Mahar (Verry S Yamarno), Lintang (Ferdian), Kucai (Yogi Nugraha), Syahdan (M Syukur Ramadan), A Kiong (Suhendri), Borek (Febriansyah), Harun (Jeffry Yanuar), Trapani (Suharyadi Syah Ramadhan), dan Sahara (Dewi Ratih Ayu Safitri).Dan yang membuat saya kagum adalah mereka mampu berakting dengan baik di film pertama mereka. Wah wah wah nampaknya aktor muda berbakat di Indonesia udah bertambah lagi nih.
Saya terpesona (ciee…) oleh aktingnya Zulfanny (Ikal) dan Verry (Mahar). Adegan Ikal ketika falling in love kepada si ‘pemilik kuku indah’ Aling, bener2 lucu! Pas banget! Tampaknya sangat dijiwai. Saya paling suka adegan itu.
Tentang si nyentrik Mahar. Saya juga appreciate banget dengan aktingnya. Ketika ikal jatuh cinta maupun patah hati, dia dengan bijaknya memberi nasihat, tentunya juga dengan gaya akting senimannya yang memikat. Dia bersenandung: “Mengapa kau bermenung oh adik berhati bingung… janganlah engkau percaya dengan asmara…”
Hohoho… suaranya mantep buanget waktu menyanyikan lagu Bunga Seroja itu!
Lalu tentang Lintang. Di novel dia digambarkan sebagai anak yang sangat aktif dengan mata yang penuh dengan gairah hidup (ceile..) dan selalu tertarik dengan apa saja yang ada di sekelilingnya. Pokoknya khas orang jenius. Nah, Lintang yang ada di film ini justru sebaliknya. Kalem banget. Kelihatannya Lintang di film itu pas berperan sebagai ‘seorang kakak yang sangat bijak dan perhatian kepada adiknya’. Ini, menurut saya, bukan disebabkan dia tidak bisa berakting. Tapi, skenario yang ada yang mungkin kurang bisa menerjemahkan kejeniusan Lintang. Kisah Lintang mendebat pendapat seorang ‘guru hebat’ dari SDPN juga ditiadakan. Diganti dengan koreksi Lintang terhadap satu soal matematika sederhana (apa Fisika? Saya lupa). Lagi-lagi kesan jeniusnya berkurang. Apa mungkin pembuat skenario sendiri kurang memahami teori Fisika super rumit seperti yang didebatkan novel itu sehingga hanya memunculkan soal yang sederhana?
Anyway saya tetap terkesan dengan adegan Lintang tiap kali melewati rawa yang ada buayanya itu! Dan juga, ketika ayahnya meninggal, lalu terpaksa meninggalkan dunia yang dicintainya: sekolah, kemudian berpamitan dengan Ibu Mus dan kesembilan anggota Laskar Pelangi….hikz..hikz…hikz…, sediiiiiih banget. Jadi berlinang-linang air mata ketika menonton adegan perpisahan itu.
Adegan lain yang unforgettable adalah ketika mereka menjadi juara di pawai Hari Kemerdekaan dan mendapatkan piala untuk yang pertama kalinya. Saya ikut terharu. Terharu oleh cara mereka memandang piala dan cara Bu Mus menyimpannya di lemari. Memperlakukan piala itu bagai jimat berharga.
Film ditutup dengan adegan Ikal kembali ke Belitong dan berjumpa dengan Lintang. Diceritakan bahwa Lintang punya anak dan bertekad akan terus mendukung anak2nya mencapai mimpi yang tidak sempat diraihnya. Nah, seingat saya di novel tu nggak ada cerita begitu. Yang ada adalah, si Jenius lintang itu berprofesi sebagai kuli kasar sehingga tangannya agak kaku. Mungkin adegan itu ditambahkan supaya kisah Lintang tidak begitu tragis, supaya penonton sedikit terhibur (padahal realitasnya mungkin jauh lebih tragis ya…).
Secara keseluruhan saya excited banget dengan film Laskar Pelangi ini. Walaupun sepanjang nonton, saya harus bener2 konsentrasi dan pasang telinga baik2. Soalnya semua percakapan di film ini Melayu banget. Telinga kita terlalu terbiasa dengan film berbahasa Betawi/Jakarta. Ya nggak?
Film ini sudah ditonton oleh hampir 2 juta orang. Dari pejabat (presiden, menteri dan ‘kamu keluarganya’) sampe rakyat, rame2 nonton. Ini kayaknya jadi film spektakuler kedua di Indonesia setelah Ayat Ayat Cinta. Well well it’s a breakthrough for Indonesian movie industry. Yoo… ayooo nonton!
Pictures:
Salah satu adegan Laskar Pelangi: hari pendaftaran sekolah
People in queue to buy ticket
Penonton :)
Salimah (2.5 th) jadi penonton juga
Buat yang mau dengerin soundtracknya Laskar Pelangi yang dibawakan oleh Nidji, silakan download.
Ada juga lagu Bunga Seroja versi Laskar Pelangi. Silakan download disini.
|