Prolog
Suatu hari, (saya lupa tanggal, bulan bahkan tahunnya :D) ketika melihat-lihat rak buku Ummu Uswah (my auntie) saya temukan satu novel. Saya heran. Kenapa? Sebab, both Ummu and Abu Uswah rasanya tidak pernah mengkoleksi novel/buku fiksi, kecuali untuk anak-anak mereka. Saya pernah nyangka, bahwa mereka tidak punya selera sastra :D.
Novel itu berjudul Bayang-bayang Hitam oleh Najib Khaelany. Lalu saya baca sedikit biografi sang penulis--yang ternyata aktivis harakah Ikhwanul Muslimin. Setelah membaca ini barulah saya bergumam: "Oo... penulisnya aktivis dakwah toh?! Pantes novel ini ada di koleksi buku Ummu and Abu Uswah!"
Memang kebanyakan buku-buku mereka bertemakan dakwah, harakah, dan tarbiyah.
Pada 5 April lalu, saya beli novel Rihlah Ilallah ini, sebab tertarik oleh tulisannya di novel Bayang-bayang Hitam.
Langsung Ke Inti
Setting yang mendominasi novel ini cukup menyeramkan: di Penjara Perang! Hampir di setiap bab kita akan diakrabkan dengan berbagai bentuk penyiksaan yang ditimpakan kepada para narapidana. Siapakah narapidana itu? Mereka aktivis dakwah Ikhwanul Muslimin (IM). Juga mereka yang hanya dicurigai memiliki hubungan dengan IM.
Ketika membaca bab demi bab tentang bagaimana para 'penguasa penjara' melakukan penyiksaan, ingatan saya tidak lepas dari mantan penghuni penjara dalam kasus yang sama (keterlibatan dengan harakah IM) yang kisahnya telah dibukukan: Perjuangan Wanita Ikhwanul Muslimin, Zainab Al-Ghazali (buku ini diterbitkan oleh Gema Insani Press). Aduh, betapa kondisi penjara yang mencekam, betapa cara menyiksa, cara menginterogasi, cara membuat pengakuan dan lain-lain, adalah PERSIS dengan apa yang dialami oleh Zainab Al-Ghazali (Alm). Saya nggak tau apakah pak Najib Khaelani ini pun pernah mengalami penyiksaan di penjara perang?
Membaca novel ini membuat saya semakin tertarik dan ingin mengenal lebih jauh mengenai Ikhwanul Muslimin dan kiprahnya di medan dakwah. Saya juga jadi ingin membaca kembali sejarah Mesir di masa revolusi dan rezim Gamal Abden Nasser (di sekolah kan nggak diajarin!). Tanpa pengetahuan yang baik tentang IM dan kondisi perpolitikan di masa Gamal Abden Nasser, saya kira novel ini kurang bisa dinikmati :).
Mengenai kisah cinta Athwa dan Nabila (dua tokoh utama novel ini), saya sih kurang tertarik untuk berkomentar. Karena itu semua sepertinya cuma 'bumbu' agar pembaca tidak cepat jemu. Yang paling ingin disampaikan penulis barangkali pesan dakwahnya.
Nah, izinkan saya mengutip kalimat di novel ini:
Ma'ruf menyahut dengan tersenyum, "Sementara kalangan mengira Ikhwanul Muslimin telah berakhir selamanya. Pendapatku pribadi, kafilah terus berjalan. Dan pertempuran terus berlangsung. Dan peperangan terus terjadi sepanjang kehidupan dunia masih ada. Meskipun aku merasakan akan adanya tambahan siksaan dan kezaliman atas diri kita, tetapi aku merasakan kebahagiaan yang tidak sedikit." (p. 245)
Saya setuju dengan perkataan Ma'ruf. Meskipun para Ikhwan disiksa, dizalimi dan dibunuhi, Ikhwanul Muslimin tidak akan pernah berakhir. Semangat dakwahnya terus bersinar, menembus batas-batas geografis, hinggalah menyebar di 70 negara muslim termasuk bumi ini, Indonesia.
Perjuangannya menjadi inspirasi bagi semua harakah islamiyah yang mendambakan tegaknya syariat Islam di muka bumi.
Epilog
Di Islamic Book Fair lalu, saya beli novel Najib Khaelany yang lain: Pengantin sang Dajjal. Melihat penulisnya Najib Khaelany saya sambar aja langsung! Nggak baca-baca sinopsisnya, nggak berpikir dua kali. Ketika istirahat (capek dong mengelilingi puluhan stand) dan makan di lokasi acara, saya baca-baca sinopsisnya. Diperkenalkanlah tokoh didalamnya, Athwa dan Nabila berikut rangkuman kisah mereka. Waaah, ini kan sudah saya baca di novel berjudul Rihlah Ilallah? Kenapa bisa begini?? Kenapa bisa ada dua novel terjemahan dengan judul yang berbeda jauh? Akhirnya saya kembali saja ke stand Pro-U Media. Apakah bisa ditukar dengan buku lain. Alhamdulillah Mas yang ngejaga standnya baik, novel itu boleh ditukar dengan buku lain.
Jadi, kalau Sahabat-sahabat menemukan novel Rihlah Ilallah dan Pengantin sang Dajjal karya Najib Khaelany, nggak usah beli dua-duanya ya! Itu isinya sama aja, hanya beda pernerbit. Rihlah Ilallah diterbitkan oleh Eranovis dan penerjemahnya Habiburrahman El Shirazy sedangkan yang satu lagi entah apa nama penerbitnya yang pasti dari Bandung dan penerjemahnya entah siapa, saya kan nggak sempat baca-baca lebih jauh.
Novel Najib Khaelany yang lain yang udah saya baca: Bayang-bayang Hitam, Wahsyi si Pembunuh Hamzah, dan Karena Angin Cinta. Apakah saya akan mempublish ulasan novel-novel itu disni? Tergantung demand dari Sahabat-sahabat sekalian :D
Suatu hari, (saya lupa tanggal, bulan bahkan tahunnya :D) ketika melihat-lihat rak buku Ummu Uswah (my auntie) saya temukan satu novel. Saya heran. Kenapa? Sebab, both Ummu and Abu Uswah rasanya tidak pernah mengkoleksi novel/buku fiksi, kecuali untuk anak-anak mereka. Saya pernah nyangka, bahwa mereka tidak punya selera sastra :D.
Novel itu berjudul Bayang-bayang Hitam oleh Najib Khaelany. Lalu saya baca sedikit biografi sang penulis--yang ternyata aktivis harakah Ikhwanul Muslimin. Setelah membaca ini barulah saya bergumam: "Oo... penulisnya aktivis dakwah toh?! Pantes novel ini ada di koleksi buku Ummu and Abu Uswah!"
Memang kebanyakan buku-buku mereka bertemakan dakwah, harakah, dan tarbiyah.
Pada 5 April lalu, saya beli novel Rihlah Ilallah ini, sebab tertarik oleh tulisannya di novel Bayang-bayang Hitam.
Langsung Ke Inti
Setting yang mendominasi novel ini cukup menyeramkan: di Penjara Perang! Hampir di setiap bab kita akan diakrabkan dengan berbagai bentuk penyiksaan yang ditimpakan kepada para narapidana. Siapakah narapidana itu? Mereka aktivis dakwah Ikhwanul Muslimin (IM). Juga mereka yang hanya dicurigai memiliki hubungan dengan IM.
Ketika membaca bab demi bab tentang bagaimana para 'penguasa penjara' melakukan penyiksaan, ingatan saya tidak lepas dari mantan penghuni penjara dalam kasus yang sama (keterlibatan dengan harakah IM) yang kisahnya telah dibukukan: Perjuangan Wanita Ikhwanul Muslimin, Zainab Al-Ghazali (buku ini diterbitkan oleh Gema Insani Press). Aduh, betapa kondisi penjara yang mencekam, betapa cara menyiksa, cara menginterogasi, cara membuat pengakuan dan lain-lain, adalah PERSIS dengan apa yang dialami oleh Zainab Al-Ghazali (Alm). Saya nggak tau apakah pak Najib Khaelani ini pun pernah mengalami penyiksaan di penjara perang?
Membaca novel ini membuat saya semakin tertarik dan ingin mengenal lebih jauh mengenai Ikhwanul Muslimin dan kiprahnya di medan dakwah. Saya juga jadi ingin membaca kembali sejarah Mesir di masa revolusi dan rezim Gamal Abden Nasser (di sekolah kan nggak diajarin!). Tanpa pengetahuan yang baik tentang IM dan kondisi perpolitikan di masa Gamal Abden Nasser, saya kira novel ini kurang bisa dinikmati :).
Mengenai kisah cinta Athwa dan Nabila (dua tokoh utama novel ini), saya sih kurang tertarik untuk berkomentar. Karena itu semua sepertinya cuma 'bumbu' agar pembaca tidak cepat jemu. Yang paling ingin disampaikan penulis barangkali pesan dakwahnya.
Nah, izinkan saya mengutip kalimat di novel ini:
Ma'ruf menyahut dengan tersenyum, "Sementara kalangan mengira Ikhwanul Muslimin telah berakhir selamanya. Pendapatku pribadi, kafilah terus berjalan. Dan pertempuran terus berlangsung. Dan peperangan terus terjadi sepanjang kehidupan dunia masih ada. Meskipun aku merasakan akan adanya tambahan siksaan dan kezaliman atas diri kita, tetapi aku merasakan kebahagiaan yang tidak sedikit." (p. 245)
Saya setuju dengan perkataan Ma'ruf. Meskipun para Ikhwan disiksa, dizalimi dan dibunuhi, Ikhwanul Muslimin tidak akan pernah berakhir. Semangat dakwahnya terus bersinar, menembus batas-batas geografis, hinggalah menyebar di 70 negara muslim termasuk bumi ini, Indonesia.
Perjuangannya menjadi inspirasi bagi semua harakah islamiyah yang mendambakan tegaknya syariat Islam di muka bumi.
Epilog
Di Islamic Book Fair lalu, saya beli novel Najib Khaelany yang lain: Pengantin sang Dajjal. Melihat penulisnya Najib Khaelany saya sambar aja langsung! Nggak baca-baca sinopsisnya, nggak berpikir dua kali. Ketika istirahat (capek dong mengelilingi puluhan stand) dan makan di lokasi acara, saya baca-baca sinopsisnya. Diperkenalkanlah tokoh didalamnya, Athwa dan Nabila berikut rangkuman kisah mereka. Waaah, ini kan sudah saya baca di novel berjudul Rihlah Ilallah? Kenapa bisa begini?? Kenapa bisa ada dua novel terjemahan dengan judul yang berbeda jauh? Akhirnya saya kembali saja ke stand Pro-U Media. Apakah bisa ditukar dengan buku lain. Alhamdulillah Mas yang ngejaga standnya baik, novel itu boleh ditukar dengan buku lain.
Jadi, kalau Sahabat-sahabat menemukan novel Rihlah Ilallah dan Pengantin sang Dajjal karya Najib Khaelany, nggak usah beli dua-duanya ya! Itu isinya sama aja, hanya beda pernerbit. Rihlah Ilallah diterbitkan oleh Eranovis dan penerjemahnya Habiburrahman El Shirazy sedangkan yang satu lagi entah apa nama penerbitnya yang pasti dari Bandung dan penerjemahnya entah siapa, saya kan nggak sempat baca-baca lebih jauh.
Novel Najib Khaelany yang lain yang udah saya baca: Bayang-bayang Hitam, Wahsyi si Pembunuh Hamzah, dan Karena Angin Cinta. Apakah saya akan mempublish ulasan novel-novel itu disni? Tergantung demand dari Sahabat-sahabat sekalian :D
|